Kamis, 24 Juni 2010

Sabtu, 12 Juni 2010

BUDAYA ORGANISASI SMAN 10 GARUT


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
     Dewasa ini, pengembangan pendidikan disusun berdasarkan semangat desentralisasi dan otonomi satuan pendidikan dalam perimbangan kewenangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian, pengembangan kualitas pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (komite sekolah).
     Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah beserta masyarakat tetap harus dalam bingkai prinsip keadilan, efisiensi beserta efektivitas, keberlanjutan, dan mampu bersaing dalam dunia usaha. Dalam rangka mewujudkan efisiensi dan efektivitas pendidikan tersebut dibutuhkan sebuah kolektivitas sumber daya manusia dan pengelolaan organisasi yang sinergis. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan pendidikan harus diorganisir dengan kepemimpinan yang efektif dan optimal serta ditunjang oleh budaya organisasi yang kondusif dan produktif.
 Oleh karenanya, kepemimpinan dalam kenyataannya dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan paranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Pemimpin yang efektif tentu memiliki kualitas pemberdayaan organisasi yang produktif terhadap hasil pembelajaran atau pendidikan sesuai yang diharapkan bersama.
Kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas–kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Begitu juga bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personal dalam organisasi.
Dalam pada itu, seiring dengan peran kepemimpinan dalam mengorganisir tujuan organisasi, perlu diperhatikan pula budaya organisasi yang tumbuh dari waktu ke waktu. Orang merasa nyaman dengan budaya organisasi yang baru. Bagi orang yang mempertimbangkan perubahan budaya, biasanya kejadian yang signifikan harus terjadi. Kejadian yang mengguncang lembaga pendidikan seperti prestasi siswa yang menurun, kehilangan daya semangat mengajar dan animo masyarakat yang rendah, atau rugi waktu dan tenaga, biasanya akan menarik perhatian banyak orang.
Bahkan sekalipun, untuk mengetahui bahwa budaya organisasi adalah oknumnya dan mengambil langkah untuk mengubahnya, ini juga merupakan perjalanan yang berat. Ketika orang-orang dalam organisasi menyadari dan mengetahui bahwa budaya organisasi perlu diubah untuk mendukung keberhasilan dan kemajuan organisasi. Namun demikian, perubahan tersebut tidak cukup dan tidak mudah untuk dilakukan. Dengan demikian,
perubahan budaya organisasi adalah hal yang memungkinkan untuk dilakukan. Perubahan budaya memerlukan pemahaman, komitmen, dan alat, beserta tanggung jawab bersama dalam rangka perbaikan di masa yang akan datang.

     Mengingat permasalah tersebut di atas, maka perlulah kiranya dibedah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan budaya organisasi dan kepemimpinan dalam lembaga pendidikan agar dapat menjadi sumber pengetahuan dalam mengembangkan kualitas pendidikan di masa yang akan datang. Tulisan ini akan membahas lebih rinci mengenai budaya organisasi dan pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 10 Garut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana budaya organisasi yang berkembang di SMAN 10 Garut beserta dampaknya terhadap kualitas pendidikan? 
2. Bagaimana sebenarnya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 10 Garut?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan diantaranya :
1.        Mendeskripsikan kondisi budaya organisasi di SMAN 10 Garut beserta dampaknya terhadap kualitas atau mutu pendidikan.
2.        Menguraikan secara luas pengaruh perihal kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 10 Garut.
D. Sistematika
     Agar penyusunan makalah ini mudah dipahami, maka disajikanlah alur penulisan atau sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika. Bab II Tinjauan Teori meliputi : definisi, fungsi, ciri-ciri, dan tipologi budaya organisasi dan kepemimpinan. Bab III Kondisi Budaya Organisasi dan Kepemimpinan di SMAN 10 Garut. Selanjutnya, Bab IV mengupas pembahasan yang menguraikan keterkaitan tinjauan teori dengan kondisi ril di lapangan,  dan Bab V Kesimpulan. Pada ujung makalah disajikan referensi sebagai bahan bacaan.




BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kita tidak akan dapat terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun pendidikan. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya   pasti    terbentuk    dalam    organisasi    dan   dapat pula dirasakan   manfaatnya   dalam  memberi  kontribusi  bagi  efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli:
a.  Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.

Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a.  Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokuskan diri pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).

Tipologi Budaya Organisasi
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi:
1. Akademi
Sebuah lembaga pendidikan lebih senang merekrut para lulusan muda universitas yang berkualitas, serta memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Sekolah lebih menyukai tenaga pendidik atau tenaga kependidikan yang cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Sekolah  lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana sekolah memberi nilai tinggi pada guru/ karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Sekolah juga menyukai guru/karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol
Sekolah berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, sekolah juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh guru/karyawan, sekolah juga lebih menyukai guru/karyawan yang agresif. Sekolah cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, sekolah juga menawarkan insentif finansial yang sangat
besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Sekolah condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak sekolah tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena mereka memiliki suatu paduan budaya atau karena sekolah berada dalam masa peralihan.

Langkah-langkah dalam perubahan budaya
Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi.
1. Sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada, atau menggunakan cara yang ada saat ini.
2. Setelah memahami budaya organisasi yang ada saat ini, organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut?
3. Terakhir, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya.

B. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang  pimpinan dalam mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau menguasai orang lain sehingga mau melakukan sesuai yang disampaikannya. Kepemimpinan ini diperlukan oleh setiap pimpinan organisasi untuk mampu mengendalikan keseluruhan sumber daya yang ada sehingga mampu diarahkan menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan dipandang penting dalam organisasi guna menciptakan suatu pengorganisasian yang baik antar sumber daya organisasi yang ada. Uraian tersebut senada dengan pendapat  Nawawi (1992 :79-80) mengemukakan pengertian kepemimpinan, yaitu :
a.  Kepemimpinan adalah proses menggerakan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.
b.  Kepemimpinan adalah tindakan /perbuatan diantara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan, baik orang seorang maupun kelompok bergerak ke arah tujuan tertentu. Kepemimpinan tampak dalam proses dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau mengawasi pikiran-pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain
Dengan demikian, substansi kepemimpinan ini merupakan seni mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan upaya mobilisasi sumber daya yang ada. Dalam hal ini terdapat tiga unsur utama yang ada dalam kepemimpinan, yakni : (1)  adanya unsur yang fungsinya mempengaruhi; (2) adanya unsur yang dipengaruhi; dan (3) unsur yang mempengaruhi kontak dengan unsur yang dipengaruhi untuk mencapai suatu tujuan. Untuk lebih mengarahkan tentang pengertian kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini, maka kiranya diperlukan suatu pengertian kepemimpinan pendidikan. Hal ini diharapkan dapat mempermudah untuk memahami secara mendalam dan lebih khusus mengenai kepemimpinan di bidang pendidikan.
Faktor yang paling penting dalam kegiatan menggerakan orang lain untuk menunjukkan kegiatan manajemen sekolah adalah kepemimpinan (leadership), sebab kepemimpinanlah yang menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses manajemen kepala sekolah secara keseluruhan.
Fungsi Kepemimpinan
Seperti yang telah diungkapkan di atas, bahwa kepemimpnan merupakan suatu tindakan atau prilaku untuk mempengaruhi seseorang, maka dalam hal ini akan diuraikan lebih lanjut tentang fungsi yang dimiliki dari kepemimpinan menurut  Nawawi (1992 : 82-83) mengemukakan tentang fungsi kepemimpinan, yaitu
a.    Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai usaha mengumpulkan data/bahan dari anggota kelompok dalam menetapkan keputusan (decision making) yang mampu memenuhi aspirasi di dalam kelompoknya. Dengan demikian keputusan akan dipandang sebagai sesuatu yang patut atau tepat untuk dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 
b.    Mengembangkan sesuatu kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpin sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri  dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing dalam bekerja.
c.    Mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat / buah pikiran dengan sikap harga menghargai sehingga timbul perasaan ikut terlibat dalam kegiatan kelompok / organisasi dan tumbuh perasaan bertanggungjawab atas terwujudnya pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan.
d.   Membantu menyelesaikan masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun keolompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dan mengatasinya sehingga berkembang kesediaan untuk memecahkannya dengan kemampuan sendiri.

Tipe-tipe Kepemimpinan
Seorang pemimpin akan berhasil apabila pemipin tersebut memiliki kecakapan  pribadi dan mampu membaca kondisi para bawahannya, terutama kematangan dan kemampuan dalam bekerja. Dengan mengetahui kematangan dan kemampuan dalam bekerja seorang pegawai, maka pemipin dapat menerapkan suatu tipe kepemimpinan yang efektif yang mampu memberikan kontribusi bagi pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan/pegawai.
Berdasarkan konsep, sifat, sikap, dan cara-cara memimpin tersebut, melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu : tipe otoriter, tipe laissez faire, tipe demokrasi, dan tipe pseudo demokrasi.
a.  Tipe Otoriter à tipe yang dimiliki oleh seorang pimpinan yang memiliki tindakan kepemimpinan yang diktator. Artinya, bahwa kepemimpinan yang dia tampakkan dalam organisasi cenderung mutlak, yaitu bahwa kekuasaan untuk menentukan suatu keputusan atau tindakan dalam organisasi sesuai dengan yang dia kehendaki. Dalam kepemimpinan otoriter ini seorang bawahan tidak memilki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tetapi hanya sebatas melakukan dan melaksanakan tugas yang telah diputuskan atau diberikan oleh pimpinnya.
b.  Tipe kepemimpinan laissez faire à tipe kepemimpinan yang dimilki oleh seorang pimpinan yang memberikan kebebasan  sepenuhnya dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Dalam hal ini, seorang pimpinan dirasakan tidak memerankan kekuasaan seorang pimpinan yang dimilikinya, karena bawahan dibiarkan dengan semaunya untuk melakukan apa pun dalam organisasi. Bawahan bekerja sesuai dengan inisiatifnya masing-masing.
c.  Tipe Demokrasi à tipe seorang pimpinan yang mendahulukan musyawarah dan mufakat dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang harus ditentukan dan dilakukan organisasi. Dalam hal ini pimpinan memberikan peluang yang sebesar-besarnya untuk memberikan masukan-masukan dari bawahan dalam mengajukan pendapat tentang keputusan yang harus diambilnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
d.  Tipe Pseudo Demokrasi à tipe seorang pimpinan yang berupaya memberikan suatu peluang bagi bawahannya untuk terlibat dalam pengambilan keputusan organisasi, tetapi dalam penentuannya hanya merupakan keputusan yang sudah dipersiapkannya. Kepemimpinan ini sering disebut dengan kepemimpinan yang bertopeng demokrasi, yaitu pura-pura menjalankan nilai demokrasi tetapi sebenarnya tidak.
e.  Kepemimpinan Visioner à pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota lembaga dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Kartanegara, 2003). Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu.
f.   Kepemimpinan Transformasional à proses dimana pemimpin dan karyawan saling meningkatkan integritas dan motivasi kerja. Pemimpin transformasional melakukan pendekatan kepada bawahannya melalui pembentukan nilai moral dan idealisme yang tinggi, seperti kemerdekaan, kesetaraan, kemanusiaan dan kedamaian, tidak hanya didasarkan pada rasa takut, cemburu dan was-was.


BAB III
KONDISI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
DI SMAN 10 GARUT
(SEBUAH DESKRIPSI GAMBARAN DI LAPANGAN)

A. Gambaran Budaya Organisasi SMAN 10 Garut
Budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Setelah melakukan pengamatan secara medalam dan keterlibatan penulis dalam organisasi pendidikan SMAN 10 Garut, maka SMAN 10 Garut sebagai organisasi pendidikan memiliki budaya organisasi sebagai berikut :
1. Cara berpikir warga SMAN 10 Garut
Walaupun secara alamiah, bahwa cara pandang setiap orang itu berbeda-beda, namun di SMAN 10 Garut ada beberapa cara berpikir yang homogen, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kedinasan dan kepentingan bersama. Pandangan-pandang yang sama tersebut, yakni meliputi:
1) Setiap persoalan sekolah baik yang menyangkut kinerja kolektif maupun kinerja pribadi harus dikemukakan di dalam forum resmi kedinasan. Semua komponen, baik kepala sekolah, guru maupun karyawan memiliki kebebasan yang luas untuk mengemukakan persoalan-persoalan kendati kadang-kadang bersifat memojokkan salah satu pihak. Semua harus tuntas dalam forum pertemuan, di luar pertemuan semua sudah dianggap beres sehingga konflik yang dialami tidak berlarut-laut.
2) Pandangan yang berkaitan dengan kesejahteraan atau insentif selalu dipikirkan secara bersama agar semua warga sekolah mendapatkan kesejahteraan secara adil dan berimbang sesuai kinerja masing-masing.
2. Cara berperasaan dan bertindak
Sikap dan perilaku baik yang bersifat tersirat melalui ekspresi personal warga SMAN 10 Garut maupun tindakan dalam melakukan sesuatu selalu nampak mencerminkan suatu kehendak yang sama. Adapun lukisannya adalah sebagai berikut:
1)  Semua warga sekolah baik kepala sekolah, guru, maupun karyawan selalu menunjukkan empati yang positif terhadap segala persoalan yang menyangkut masalah-masalah warga sekolah terutama masalah ekonomi dan kesehatan warga sekolah. Jika ada salah satu warga sekolah yang tertimpa musibah sekalipun adalah siswa maka semua warga sekolah memberikan motivasi hidup agar dapat terus belajar dengan baik. Dalam hal ini peran BP/BK sangat signifikan dalam memobilisasi warga sekolah untuk memiliki perasaan yang sama.
2) Segala tindakan yang menyangkut dengan masalah kedinasan senantiasa dilakukan secara bermusyawarah. Semua warga sekolah akan melakukan tindakan kerja kooperatif melalui mekanisme win-win solution. Setiap warga sekolah akan diberi keleluasaan yang bertanggung jawab dalam melakukan tindakan terhadap sesuatu persoalan. Misalnya seorang guru akan menegakkan kedisiplinan siswa setelah ada konsensus bersama yang melibatkan orang tua siswa dan pihak sekolah. Kebiasaan ini telah begitu lama terjadi sehingga pendidikan di SMAN 10 Garut adalah tindakan yang kolektif kolegial.
3. Pola-pola budaya warga SMAN 10 Garut
Kebiasaan dalam bertindak atau bereaksi dalam memajukan pendidikan di SMAN 10 Garut didasarkan atas pola-pola kesepakatan. Paradigma tersebut seolah-olah sudah merupakan pandanga bersama karena adanya pengaruh kesadaran dan kepemimpinan kepala sekolah.
Pola-pola kesepakatan yang dimaksud adalah :
1) Kebiasaan yang berkembang di SMAN 10 Garut nampak pada kebiasaan melakukan tindakan karena adanya gerakan dari pola bottom up, artinya pola ide dan gagasan berangkat dari bawah, semua warga SMAN 10 Garut memiliki peluang kreasi yang baik dalam menentukan suksesnya tujuan sekolah.
2) Pola selanjutnya adalah pola win win solution for all adanya kebiasaan untuk menemukan hal yang lebih maslahat dalam pandangan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Setiap warga SMAN 10 Garut selalu menunjukkan adanya paradigm atau kerangka berpikir lebih mengedepankan kepentingan dinas atau kepentingan harapan orang tua disbanding kepentingan guru/kepala sekolah. Dampak yang dapat dirasakan semua proses pembelajaran berorientasi untuk pencapaian mutu lulusan. Ada semacam spirit untuk berorientasi terhadap perkembangan pendidikan siswa di sekolah.
3) Pola yang terakhir adalah pola religius. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya kebiasaan mengutamakan nilai-nilai moral dan keagamaan. Semua warga sekolah merasa memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati dalam hal kebenaran dan kebaikan.
B. Gambaran Kepemimpinan di SMAN 10 Garut
Hal yang dapat dideskripsikan mengenai kepemimpinan yang ada di SMAN 10 Garut itu selalu berkaitan dengan top of leader yang ada di sekolah, yaitu kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan di sekolah sebagaimanahalnya yang sedang berkembang saat ini memberikan informasi kepada kita bahwasannya tipe kepemimpinan yang terjadi adalah :
1) Kepala sekolah menunjukkan komitmen yang tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini, kepala sekolah sangat memperhatikan kompetensi yang dimiliki gurunya, serta senantiasa selalu berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar di sekolah SMAN 10 Garut berjalan efektif dan efisien.
2) Kepala sekolah di SMAN 10 Garut selalu memposisikan dirinya sebagai orang yang pandai mengatur. Setiap tahun Kepala Sekolah memiliki program yang jelas dan up to date. Cara mengorganisasi kegiatan selalu melibatkan warga sekolah secara proporsional menurut pertimbangan keadilan dan profesionalisme. Demikian pula pada mengeksekusi kegiatan kepala sekolah kadang-kadang sering terjun langsung ke lapangan untuk mengoreksi hal-hal yang dipandang perlu. Sistem pengawasan sering dilakukan sebagai kebiasaan kepala sekolah untuk mengukur sejauh mana program yang dicanangkan berhasil atau tidak.
3) Kepemimpinan yang dianut oleh top leader SMAN 10 Garut menganut demokratis yang bertanggung jawab. Nampak dalam hal ini leadership kepala sekolah telah banyak mempengaruhi guru-guru dalam melaksanakan kegiatan di sekolah. Banyak guru yang memberikan ide dan gagasan serta mampu mengerjakan sesuai tanggung jawab yang dibebaninya.
4) Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah sering melaksanakan kegiatan supervisi  melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas ini merupakan kebiasaan kepala sekolah untuk member motivasi dalam peningkatan kualitas belajar baik untuk guru maupun siswa.
5) Kepala sekolah di SMAN 10 Garut terampil dalam menciptakan suasana kerja yang kondusif karena kepemimpinan yang dimilikinya selalu mengedepankan aspek suri tauladan, memberikan contoh terlebih dahulu. Seperti halnya kehadiran kepala sekolah selalu paling awal datang ke sekolah. Kepala sekolah juga piawai dalam mendamaikan jika ada perselisihan di antara warga sekolah. Dengan demikian suasan pembelajaran lebih nyaman dan kondusif.


BAB IV
KETERKAITAN PEMAHAMAN BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN DENGAN KONDISI SMAN 10 GARUT

A. Korelasi Budaya Organisasi dengan Kondisi SMAN 10 Garut
Budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. Disamping itu, budaya organisasi itu adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Dengan demikian budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Sebagaimana yang dikemukakan Robbins bahwa cirri budaya organisasi itu meliputi  7 ciri seperti inovasi dan pengambilan risiko, memiliki perhatian terhadap detail, berorientasi pada hasil, berorientasi pada orang, tim, keagresipan dan kemantapan, maka diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi SMAN 10 Garut sebagai berikut :
1) Kepala sekolah berani mengambil risiko dalam mengambil keputusan yang kontradiktif asal semua elemen yang berkepentingan benar-benar telah dilibatkan. Mengambil risiko ini telah nampak pada kepentingan peserta didik untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menghukum siapa saja termasuk guru yang indisipliner, namun semua telah menyepakati melalui sebuah memorandum of understanding dalam meningkatkan kedisiplinan.
2) Kepemimpinan kepala sekolah senantiasa memperhatikan hal-hal yang kecil termasuk ranah persoalan penampilan guru yang tidak mencerminkan unsur pedagogik dan profesionalisme. Hal ini dilakukan dalam rangka menunjukkan perhatian secara rinci dalam mengurus sekolah.
3) Kebiasaan yang berkembang di SMAN 10 Garut selalu mengedepankan pada team work, kerja tim yang saling bahu membahu serta mengenyampingkan kepentingan ego masing-masing. Ini merupakan pandangan yang berorientasi pada tim.
4) Hal yang dapat sesuai antara teori dengan kondisi lapangan dalam bidang budaya organisasi adalah adanya keagresipan dan kemantapan dalam membiasakan diri saling mengingatkan untuk meningkatkan kedisiplinan sekolah. Setiap warga sekolah proaktif untuk mensukseskan kegiatan sekolah yang berorientasi pada tanggung jawab yang sudah dibebaninya.

B. Korelasi antara kepemimpinan dengan kondisi di lapangan
Kepemimpinan merupakan seni mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan upaya mobilisasi sumber daya yang ada. Dalam kepemimpinan harus ada minimal 3 unsur, yakni : (1)  adanya unsur yang fungsinya mempengaruhi; (2) adanya unsur yang dipengaruhi; dan (3) unsur yang mempengaruhi kontak dengan unsur yang dipengaruhi untuk mencapai suatu tujuan.
Faktor yang paling penting dalam kegiatan menggerakan orang lain untuk menunjukkan kegiatan manajemen sekolah adalah kepemimpinan (leadership), sebab kepemimpinanlah yang menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses manajemen kepala sekolah secara keseluruhan.
Dalam hal ini, maka perlu adanya penjelasan adanya teori hubungan fungsi kepemimpinan dengan fungsi kepemimpinan yang berkembang di SMAN 10 Garut. Berikut penjelasannya :
a. Di SMAN 10 Garut, kepala sekolah sangat terbuka memberikan mediasi dalam mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai aspirasi warga sekolah. Semua guru dan tata usaha memiliki kesempatan yang luas untuk memberikan kritik dan saran dalam meningkatkan pendidikan sekolah. 
e.    Kepala sekolah dipandang pandai dalam mengembangkan kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan guru atau tata usaha sehingga iklim bekerja sangat kondusif karena semua akan mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan pendekatan kinerja dan team work yang solid.
f.     Kepala sekolah sebagai top leader di sekolah banyak mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat / buah pikiran dengan sikap harga menghargai sehingga semua warga sekolah merasakan adanya keterlibatan dalam kegiatan sekolah dan tumbuh perasaan bertanggungjawab atas terwujudnya pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan.
g.    Kepala sekolah membantu menyelesaikan masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun keolompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dan mengatasinya sehingga berkembang kesediaan untuk memecahkannya dengan kemampuan sendiri.
Selain adanya hubungan yang signifikan antara fungsi kepemimpinan dengan kondisi yang ada di lapangan, maka hal lain yang dapat dikemukakan adalah persolan tipe kepemimpinan yang berkembang di SMAN 10 Garut. Jika dilihat dari kondisi ril di lapangan, maka tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh SMAN 10 Garut itu adalah sebagai berikut:
a. Corak kepemimpinan yang dapat dilihat di lapangan adalah adanya kepemimpinan yang Demokratis yaitu tipe seorang pimpinan yang mendahulukan musyawarah dan mufakat dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang harus ditentukan dan dilakukan organisasi. Dalam hal ini kepala sekolah benar-benar selalu memberikan peluang yang sebesar-besarnya untuk memberikan masukan-masukan dari para guru maupun karyawan dalam mengajukan pendapat tentang keputusan yang harus diambilnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Di SMAN 10 Garut semua hal yang menyangkut hajat orang banyak selalu melalui kemufakatan yang lebih maslahat, sehingga semua warga sekolah merasa dilibatkan dalam mengambil keputusan.
b. Kepemimpinan yang selanjutnya dapat mewarnai corak kepemimpinan di SMAN 10 Garut adalah kepemimpinan yang visioner yaitu pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota lembaga dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Kepala sekolah memiliki grand design yang jelas serta renstra pendidikan yang skematis. Semua orientasi kegiatan harus mengacu pada harapan bersama sesuai program yang sudah disepakati.
c. Yang terakhir adalah kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin dan guru saling meningkatkan integritas dan motivasi kerja. Pemimpin transformasional melakukan pendekatan kepada bawahannya melalui pembentukan nilai moral dan idealisme yang tinggi, seperti kemerdekaan, kesetaraan, kemanusiaan dan kedamaian, tidak hanya didasarkan pada rasa takut, dan cemburu sosial.
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah benar-benar menanamkan ideologi suri tauladan yang baik terhadap seluruh guru dengan selalu berangkat lebih pagi dibanding dengan warga sekolah yang lainnya. Bahkan dengan kegiatan supervisinya kepala sekolah memanfaatkan idealisme dalam meningkatkan citra pendidikan pada siswa dan guru.


BAB V
KESIMPULAN

Organisasi dalam aktivitas kerjanya akan sangat memerlukan keberadaan pemimpin yang akan memerankan kepemimpinannya. Pemimpin melalui kedudukannya berperan untuk memimpin organisasi sehingga seluruh sumber daya dan program kerja organisasi mampu dijalankan dan dikoordinasi secara optimal. Dalam mewujudkan tujuan organisasi yang efektif dan efesien maka diperlukan suatu kepemimpinan yang profesional. Kepemimpinan merupakan suatu konsep yang memiliki cakupan yang sangat luas dengan di dalamnya memiliki komponen-komponen yang sangat kompleks.
Kepemimpinan kepala sekolah turut mempengaruhi keteladanan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Baik buruknya proses pendidikan disuatu sekolah banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah, sebab kepala sekolahlah orang yang paling bertanggung jawab atas segala sesuatunya yang sudah, sedang dan yang akan terjadi di sekolah tersebut. Pada hakikatnya Para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
Sebagai kesimpulan terakhir, ternyata budaya organisasi dan kepemimpinan pendidikan di SMAN 10 Garut memiliki korelasi yang sangat besar antara teori dengan kondisi di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA


Bambang Budi Wiyono (2000). Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
E. Mulyasa. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Nawawi dan Martini Hadari (1992). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Nitisemito, AS. (2004). Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Permadi, Dadi. (1998). Kepemimpinan Mandiri (Personal) Kepala sekolah (Kiat memimpin yang Mengembangkan Partisipasi). Bandung : PT Sarana Panca Karya.
Sudarwan Danim (2002) Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Wahjosumidjo (2003). Kepemimpinan kepala Sekolah “Tinjauan teoritik dan Permasalahannya”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Jumat, 11 Juni 2010

PROSES BELAJAR MENGAJAR EFEKTIF

RASIONAL

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Upaya yang dilakukan pemerintah antara lain mengupayakan pendidikan yang merata dan bermutu, menjangkau semua anak bangsa dengan proses pendidikan yang bermutu sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, juga ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang dijabarkan dalam bentuk 8 keputusan menteri berupa 8 standar kependidikan. Harapannya, tentulah dengan berbagai upaya tersebut kualitas pendidikan di tanah air akan meningkat dan anak bangsa dapat duduk atau berdiri sejajar dengan anak-anak bangsa lain.

Namun demikian, harapan tersebut di atas tidaklah sederhana sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dalam hal ini, diperlukan upaya keras dan terus menerus dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Salah satu usaha yang perlu dilakukan adalah peran guru dalam tangung jawabnya untuk membelajarkan peserta didik yang selalu berhadapan dengan perkembangan zaman yang berubah-ubah. Guru dituntut untuk melakukan proses belajar mengajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Dengan kata lain, guru harus mampu merekonstruksi proses belajar mengajar yang efektif demi menghasilkan kualitas pendidikan yang bermutu.

Jauh ke depan, lambat atau cepat bangsa kita akan terus berhadapan dengan proses globalisasi. Saat ini, proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat memasuki era globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar tersebut guru memegang peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. la adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

Oleh karena itu, semua guru wajib memahami, melaksanakan, dan terus mengkaji proses belajar mengajar yang efektif agar dapat mewujudkan peserta didik yang bermutu. Domain proses belajar mengajar yang efektif ini sudah merupakan kebutuhan semua pihak, baik pada level pengambil kebijakan maupun sebagai pelaksana lapangan (guru) harus ikut berpartisipasi luas dalam mengembangkan proses belajar yang mengajar efektif. Lebih lagi bahwa pada saat ini, banyak fenomena pembelajaran di sekolah-sekolah yang masih menggunakan cara-cara lama, tradisional, dan memosisikan siswa sebagai objek.

Makalah singkat ini, akan membahas dan mengeksplorasi hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar yang efektif. Pembahasan makalah difokuskan pada persoalan bagaimana cara mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif itu. Disamping itu, juga akan dikemukakan konsep dasar dan karakteristik/prinsip dalam proses belajar mengajar yang efektif.

KONSEP DASAR

1. Belajar Mengajar yang Efektif

1) Belajar

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi personal (Pribadi, 2009: 6)

Belajar menurut Robert M. Gagne dalam bukunya Principles of Instruction Design adalah proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Robert Heinich dkk (2005), belajar diartikan sebagai proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terjadi manakala seseorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumber belajar.

Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar (Titin, 2003: 10). Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi edukatif) yaitu

(1) Interaksi belajar mengajar

Pada interaksi ini dimaksudkan untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Interaksi belajar mengajar sadar tujuan, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian siswa mempunyai tujuan

(2) Ada suatu prosedur

Jalannya interaksi yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik yang relevan

(3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Materi didesain sehingga dapat mencapai tujuan dan dipersiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar mengajar,

(4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa.

Siswa sebagai pusat pembelajaran, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar

(5) Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.

Guru memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi dan sebagai mediator dan proses belajar mengajar

(6) Dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin

Langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan.

(7) Ada batas waktu.

Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai

(8) Unsur penilaian.

Untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai melalui interaksi belajar mengajar. (Titin, 2003:10)

Dengan demikian proses belajar mengajar merupakan kemampuan dalam mendesain program, menguasai materi pelajaran, menciptakan kondisi kelas yang kondusif, terampil memanfaatkan media atau sumber, memahami cata atau metode yang digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan program serta memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.
Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu yaitu proses belajar mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses penerapan prinsip. Gagne (dalam Abdillah dan Abdul,1988 :17) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh makhluk hidup yang memungkinkan makhluk hidup ini merubah perilakunya cukup cepat dalam cara kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus pada setiap situasi baru. Sedangkan Dahar (1988 :11) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana organisme perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar bukanlah menghafalkan fakta-fakta yang terlepas-lepas, melainkan mengaitkan konsep yang baru dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif, atau mengaitkan konsep pada umumnya menjadi proposisi yang bermakna.

Merujuk pada kaum kontruktivis bahwa belajar merupakan proses aktif dalam mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Lebih lanjut dikemukakan bahwa belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau apa yang dipelajari dengan apa yang sudah dipunyai seseorang. (Suparno P , 1997 :61)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan sikap.

2) Mengajar

Mengajar merupakan suatu seni. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencournt, 1989 dalam Suparno P,1997 :65).

Proses mengajar harus tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri, dengan kata lain anak-anak yang harus aktif belajar sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing. Pandangan ini pada dasarnya mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing kegiatan belajar anak. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for the purpose of aiding the pupil learn” ……. ( Hamalik, 2002:58).
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar merupakan aspek dari proses pendidikan.

Berdasarkan orientasi proses belajar mengajar siswa harus ditempatkan sebagai sujek belajar yang sifatnya aktif dan melibatkan banyak faktor yang mempengaruhi, maka keseluruhan proses belajar yang harus dialami siswa dalam kerangka pendidikan di sekolah dapat dipandang sebagai suatu sistem, yang mana sistem tersebut merupakan kesatuan dari berbagai komponen (input) yang saling berinteraksi (proses) untuk menghasilkan sesuatu dengan tujuan yang telah ditetapkan (output).

3). Efektif

Menurut kamus besar bahasa Indonesia istilah efektif mengacu pada makna tepat; manjur; mujarab; tepat guna; berhasil. Sedangkan menurut Pribadi (2009: 11) istilah efektif dalam pembelajaran merupakan keberhasilan guru menghantarkan peserta didik mencapai tujuan penguasaan kompetensi yang diharapkan. Namun menurut Nasution (2008:40) efektif dalam proses belajar mengajar merujuk pada interaksi guru dan murid yang tepat guna menuju pembelajaran yang bermutu dan menyenangkan.

Mutu pengajaran yang berorientasi pada kebutuhan di lapangan dirasakan Yamin (2004 : 17) sebagai sebuah implementasi proses belajar mengajar yang efektif. Efektivitas pembelajaran memiliki arti ketepatan dalam melakukan proses belajar mengajar. Oleh sebab itu dapatlah disimpulkan bahwa efektif dalam proses belajar mengajar merupakan ketepatan interaksi guru dan siswa dalam melakukan pembelajaran serta sesuai dengan tujuan kompetensi yang diharapkan.


KARAKTERISTIK PBM

1. Prinsip-prinsip Belajar

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata prinsip-prinsip belajar meliputi beberapa hal berikut yaitu diantaranya:

a. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.

b. Belajar merupakan kegiatan seumur hidup.

c. Keberhasilan belajar sering dipengaruhi factor-faktor bawaan, lingkungan, kematangan serta usaha sendiri.

d. Belajar itu mencakup semua aspek kehidupan.

e. Belajar berlaku pada semua tempat dan waktu.

f. Belajar dapat dilakukan dengan atau tanpa guru.

g. Belajar itu memerlukan motivasi yang tinggi.

h. Kegiatan belajar merupakan kegiatan menguasai dari hal yang sederhana hingga pada masalah yang komplek.

i. Dalam belajar sering ditemui hambatan-hambatan.

j. Belajar itu memerlukan adanya bantuan dan bimbingan orang lain.

(Landasan Psikologi Proses Pendidikan, 2005 : 165 – 166)

Dalam tulisannya David Kolb yang berjudul Contextual Natural Learning, dikemukakan bahwa belajar yang paling efektif harus berdasarkan konteks atau ilustrasi nyata. Dalam ilmu Experienced Learning atau teori belajar berbasis pengalaman ada dua inti pembelajaran yakni penerimaan/preceiving (garis vertikal), adalah bagaimana seseorang menyerap informasi yang ada di lingkungannya. Dan pemrosesan / processing (garis horisontal), adalah bagaimana tindak lanjut seseorang untuk memahami lebih dari informasi yang telah ia serap.

Pertama adalah Concrete Experimentation (CE), adalah proses dimana seseorang berkeinginan untuk mempelajari sesuatu yang memiliki makna pribadi bagi dirinya. Pada tahap ini motivasi belajar akan tumbuh bila sesuatu tersebut berguna bagi situasi yang ia hadapi pada saat ini.

Kedua adalah Learning Observation (LO), adalah proses dimana seseorang bersedia untuk menyisihkan waktunya untuk berpikir dan merefleksikan sesuatu yang telah/akan ia pelajari. Pada tahap ini ia akan lebih konsentrasi dalam mengambil informasi yang ia butuhkan agar ia dapat melakukannya.

Ketiga adalah Abstract Conceptualization (AC), adalah proses dimana seseorang akan mencoba melaksanakan informasi yang ia terima saat tahapan LO dan mengidentifikasi teori atau konsep yang diterima berdasarkan fakta/praktek. Pada tahap ini pengetahuan yang ia terima dikondisikan di sebuah situasi yang nyata.
Keempat adalah Active Experimentation (AE), adalah proses dimana pengalaman belajar sesorang pada tahap AC sepenuhnya menjadi tindakan dan prilaku di pekerjaan / dunia nyata. Pada tahap ini besar kemungkinan akan muncul kebutuhan yang lebih baru, dengan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dikuasai ia akan memasuki rasa ingin tahu pada tingkatan selanjutnya.
Seterusnya proses dari tahap 1 – 4 akan berulang kembali.
Beberapa teori tentang belajar lainnya yang mungkin bermanfat bagi kita diantaranya dibuat oleh Kirkpatrick dengan konsep yang hampir sama, terdiri dari proses Reaction, Learning, Behavior, dan Result. Masing-masing tahapan bertujuan mengukur tingkat motivasi seseorang untuk belajar, kapasitas pengetahuan yang dapat diserap, perubahan prilaku yang telah dibuktikan, dan hasil kinerja secara kuantitatif yang berhasil diperoleh. Sedang Dave Meier pada bukunya Accelerated Learning memberi sebuah panduan bagi para pengajar agar proses pembelajarannya sukses dengan menggunakan teori SAVI (Somatis; belajar dengan bergerak dan berbuat, Auditori; belajar dengan berbicara dan mendengar, Visual; belajar dengan mengamati dan menggambarkan, intelektual; belajar dengan memecahkan masalah dan merenung).

Setelah memahami beberapa teori tentang proses belajar yang efektif, maka kita akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih baik agar mampu menyesuaikan diri pada lingkungan yang akan terus berubah, serta senantiasa menjunjung sifat dasar manusia yang mulia yakni untuk selalu mencari ilmu dan kebenaran baik di dunia maupun akhirat.

2. Prinsip-Prinsip Mengajar

a. Menguasai Isi Pengajaran

Hukum yang pertama dalam teori “Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton Gregory berbunyi: “Guru harus mengetahui apa yang diajarkan.” Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran.

b. Mengetahui dengan jelas sasaran pengajaran

Pengajaran yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan mengalami kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran pengajaran: 1. Inti dari sasaran harus disebutkan dengan jelas. 2. Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep murid. 3. Sasaran harus meliputi hasil belajar. 4. Hasil sasaran yang dapat dicapai. Contoh: Contoh-contoh di atas telah menjelaskan empat macam hasil belajar yang berbeda: pengetahuan, pengertian, sikap, dan ketrampilan.

c. Utamakan Susunan yang Sistematis

Pengajaran yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis, akan sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti pengajaran harus disusun dengan teratur dan sistematis.

d. Banyak Gunakan Contoh Kehidupan

Pada saat mengajar, seringlah menggunakan contoh atau perumpamaan kehidupan sehari-hari atau yang pernah dialami misalnya dalam perdagangan, rental, nilai uts / uas, dan lain sebagainya Contoh kehidupan adalah jembatan antara kebenaran ilmu dan dunia nyata

e. Cakap Menggunakan Bentuk Cerita

Bentuk cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan menambahkan gerakan-gerakan, yang memperdalam kesan murid. Bentuk yang paling lazim adalah menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran.

f. Menggunakan Panca Indera Murid

Penggunaan bahan pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca indera murid. Bahan pengajaran audio visual bukan saja cocok untuk Sekolah Minggu anak-anak, juga untuk Sekolah Minggu pelbagai usia. Ensiklopedia adalah buku yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat banyak penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan catatan statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan persentase dari isi pelajaran yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid yang hanya tergantung pada indera pendengaran saja masih dapat mengingat 28%, sedangkan bagi murid yang menggunakan indera pendengaran ditambah dengan indra penglihatan dapat mengingat 78%.

g. Melibatkan Murid dalam Pelajaran

Melibatkan murid dalam pelajaran dapat menambah ingatan mereka, juga motivasi dan kegemaran mereka. Cara itu dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi ditengah pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain mengurangi tingkah laku yang mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya sendiri untuk menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali dan menemukan hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak sebentar. Jika murid sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada peluang lagi untuk mengacau atau membuat ulah.

h. Menguasai Kejiwaan Murid

Guru yang ingin memberikan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid, tentu harus memahami perkembangan jiwa murid pada setiap usia. Ia juga harus mengetahui dengan jelas kebutuhan dan masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru dan murid adalah syarat utama untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat membuat penyaluran pengetahuan menjadi lebih efektif.

i. Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup

Sekalipun memiliki cara mengajar yang paling baik, namun jika terus digunakan dengan tidak pernah diubah, maka cara itu akan hilang kegunaannya dan membuat murid merasa jemu. Cara yang terbaik adalah menggunakan cara mengajar yang bervariasi dan fleksibel, untuk menambah kesegaran.

j. Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan

Masalah umum para guru adalah dapat berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya ketat sekali, namun kehidupannya sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang efektif adalah guru sendiri menjadikan diri sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh. Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek. Jikalau guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan pribadinya, maka ia pun memiliki wibawa untuk mengajar.

Mempelajari tentang teori belajar tidak sama dengan bagaimana mengaplikasikan teori tersebut dalam proses belajar mengajar. Pada tahun 1884, John Milton Gregory memperkenalkan suatu hukum mengajar yang sekarang menjadi sangat terkenal dengan nama "The Seven Laws of Teaching" (Tujuh Hukum Mengajar). Karya klasik ini hingga sekarang masih tetap kontemporer, karena dalam hukum-hukum tersebut terkandung prinsip-prinsip yang akan terus penting bagi pengajaran yang efektif di kelas. Inti dari Tujuh Hukum Mengajar tersebut adalah sebagai berikut :

Hukum Guru:

Kenali dan kuasailah dengan baik pelajaran yang akan Anda ajarkan -- ajarkanlah dengan sungguh-sungguh dan dengan pengertian yang jelas.

Hukum Murid:

Berusahalah untuk menarik perhatian dan minat anak-anak terhadap pelajaran yang diberikan. Jangan pernah mengajar tanpa perhatian mereka.

Hukum Bahasa:

Gunakan bahasa yang mudah dipahami baik oleh murid-murid Anda maupun Anda sendiri -- bahasa yang jelas dan tepat bagi Anda dan murid Anda.

Hukum Pelajaran:

Mulailah dengan pokok pelajaran yang sudah diketahui benar oleh murid-murid Anda dan yang telah mereka sendiri alami -- lalu lanjutkan dengan materi baru, dengan langkah satu per satu, mudah dan alami, biarkan hal-hal yang belum diketahui dijelaskan dengan menggunakan hal-hal yang sudah diketahui.

Hukum Proses Mengajar:

Doronglah agar dengan keinginan sendiri anak-anak bertindak ....

Hukum Proses Belajar:

Mintalah murid-murid untuk mengungkapkan kembali dalam pikiran mereka pelajaran yang sudah ia pelajari.

Hukum Review dan Penerapan:

Jangan pernah bosan untuk terus mengulang, mengulang dan mengulang ....

Howard Hendricks, dalam bukunya yang berjudul "Teaching to Change Lives", telah melakukan satu langkah maju dengan menyempurnakan "Tujuh Hukum Mengajar" karya Gregory di atas untuk memberikan panduan mengajar bagi para guru maka kini. Hendricks menekankan bahwa pertama-tama Tuhan memakai orang-orang yang dipanggil-Nya, yaitu para guru, untuk mempengaruhi hidup orang lain. Namun, ada prinsip-prinsip yang mendasar, yang jika dipraktekkan, akan memberikan suatu dinamika baru bagi pengajaran dan akan membuka pintu bagi Roh Kudus untuk bekerja dalam hidup anak-anak didik.

Bagaimana Howard Hendricks menjelaskan hukum-hukumnya itu?

1. Hukum Guru:

"Berhentilah bertumbuh hari ini, maka Anda akan berhenti mengajar besok." Para guru harus membiarkan Firman Allah mengubah hidup mereka dan memberi kesempatan pada murid-murid mereka untuk melihat bahwa Allah bekerja dalam diri mereka. Dengan kata lain, seorang guru harus menjadi contoh kebenaran.

2. Hukum Pendidikan:

"Bagaimana Anda belajar menentukan bagaimana Anda mengajar." Oleh karena itu, guru yang efektif akan terus menyediakan metode- metode tepat yang dikembangkan secara variatif sehingga dapat mempertahankan minat yang tinggi dan mencegah kebosanan murid.

3. Hukum Aktivitas:

"Belajar yang maksimal adalah hasil dari keterlibatan yang maksimal." Bercerita tidak sama dengan mengajar. Keanekaragaman metode-metode yang aktif harus digunakan untuk melibatkan para murid supaya mereka dapat menemukan apa yang Tuhan katakan kepada mereka melalui Firman-Nya.

4. Hukum Komunikasi:

"Untuk benar-benar mengimpartasi informasi perlu dibangun jembatan-jembatan." Jembatan-jembatan itu perlu dibangun baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan meluangkan waktu bersama para murid di luar jam pelajaran, para guru akan mengenal muridnya dan mengetahui kebutuhan mereka. Di dalam kelas, guru merangsang keingintahuan para murid, menarik perhatian mereka, dan memotivasi para murid sebelum mengimpartasi informasi.

5. Hukum Hati:

"Pengajaran yang berhasil tidak hanya dari kepala ke kepala, tetapi dari hati ke hati." Hubungan merupakan suatu hal yang penting dalam proses belajar mengajar yang efektif.

6. Hukum Dorongan Semangat:

"Pengajaran cenderung paling efektif jika orang yang belajar termotivasi dengan tepat." Tidak ada hal yang lebih memotivasi daripada kesadaran akan adanya kebutuhan dan melihat harapan bahwa kebutuhan itu akan terpenuhi. Guru yang efektif memberikan dorongan belajar dengan memfokuskan pada relevansi kebenaran dan kehidupan para muridnya.

7. Hukum Kesiapan:

"Proses belajar mengajar akan paling efektif jika murid maupun guru cukup dipersiapkan." Kesiapan para murid meliputi faktor- faktor, fisik, kognitif dan perkembangan rohani, latar belakang, pengalaman, dan motivasi. Para guru harus menggunakan apa yang mereka ketahui tentang murid-muridnya untuk menyiapkan mereka menerima kebenaran yang baru. Kesiapan seorang guru bergantung pada persiapannya.


PEMBAHASAN

Untuk menjawab bagaimana mewujudkan proses belajar mengajar (PBM) yang efektif, maka perlulah mengetahui terlebih daulu permasalahan mendasar yang mempengaruhi PBM yang efektif. Biasanya PBM dipengaruhi oleh factor-faktor berikut:

1. Guru

Guru berperan sebagai agen of change dalam melakukan PBM yang efektif. Sebagai user guru dituntut untuk inovatif dan kreatif dalam merancang pembelajaran. Dengan demikian potensi SDM ini harus berkualitas, penuh motivasi, serta memiliki komitmen yang kuat terhadap perubahan kea rah yang lebih baik.

2. Siswa

Siswa sebagai subjek atau pelaku PBM merupakan komponen penting dalam system pembelajaran. Dengan adanya karakter siswa yang beragam mengharuskan perancang program pembelajaran memiliki pengetahuan, pengalaman dan pemahaman yang baik tentang kondisi siswa. Keunikan pribadi siswa serta kemampuan awal siswa sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar yang efektif.

3. Metode dan Media Pembelajaran

Model-model dalam strategi pembelajaran memungkinkan siswa dapat menguasai kompetensi yang diharapkan secara efektif. Berbagai pendekatan atau strategi pembelajaran sudah merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan PBM yang efektif. Metode pembelajaran merupakan upaya guru dalam memfasilitasi siswa untuk mampu belajar secara baik.

4. Lingkungan

Kondisi social ekonomi siswa serta keadaan lingkungan di sekitar sekolah dapat mempengaruhi PBM menjadi efektif. Suasana yang panas, dingin, ramai, sepi, atau sejuk dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Dalam hal ini termasuk kultur masyarakat sekitar juga mempengaruhi PBM dapat diwujudkan secara efektif.

5. Manajemen Sekolah

Pengelolaan pendidikan yang bersandar pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tepat akan mendorong domain PBM menjadi efektif. Dalam hal ini system penyelenggaraan pendidikan di sekolah dikelola secara professional dan berorientasi pada pelayanan siswa menjadi factor yang mempengaruhi PBM dapat efektif.

6. Pembiayaan

Didukung dengan dana yang cukup, serta dukungan luas dari masyarakat dapatlah menjadi factor yang cukup signifikan dalam mewujudkan PBM yang efektif.

Pada kenyataannya, proses belajar mengajar merupakan sebuah pola yang harus dilakukan secara sistematis dan kontinyu. Pola sistematis yang dimaksud adalah adanya grand design yang jelas bagi guru dalam mengendalikan dan menjalankan proses belajar mengajar yang efektif. Berikut pola yang harus dipahami dalam PBM agar pelaksanaannya dapat efektif.


Pola merancang PBM yang efektif

A. Perencanaan

Indikator yang harus diwujudkan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan tujuan pembelajaran. Pada tahap ini guru harus menetapkan kompetensi apa yang harus dikuasai oleh siswa setelah dilakukan pembelajaran.

2. Merancang metode pembelajaran. Pada langkah ini, guru melakukan inovasi yang kreatif cara atau metode apa yang harus dilakukan saat PBM berlangsung

3. Merancang media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan pendukung yang penting dalam memudahkan siswa untuk belajar.

4. Setelah dilakukan penetapan tersebut di atas tuangkanlah dalam adminsitrasi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

B. Pelaksanaan

Indikator yang harus diwujudkan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Adanya peran aktif siswa (active participation)

2. Adanya wujud latihan yang untuk mengasah keterampilan siswa (practice)

3. Adanya umpan balik (feed back). Indikator ini dapat dilihat dari interaksi siswa dalam mengkritisi hasil belajar yang diperolehnya.

4. Adanya interaksi social (social interaction). Untuk mengetahui adanya interaksi social, dalam pembelajaran siswa berkomunikasi dan bekerjasama dengan siswa lain untuk saling menukar informasi dari hasil belajar.

C. Evaluasi/ Penilaian

Indikator yang harus diwujudkan dalam evaluasi adalah sebagai berikut :

1. Perilaku siswa berubah menjadi semangat dalam belajar

2. Hasil belajar menunjukkan kemampuan di atas KKM

3. Guru termotivasi untuk merancang metode pembelajaran yang baru

CARA BELAJAR YANG EFEKTIF

Ada salah satu cara dalam mengembangkan sistem belajar yang efektif dan efisien.
Sistem belajar ini dikenal dengan “ASPIRE”, yang terdiri dari :

Mood – Suasana Hati:

Ciptakan selalu mood yang positif untuk belajar. Ini bisa dilakukan dengan menentukan waktu, lingkungan dan sikap belajar yang sesuai dengan pribadi kita masing-masing.

Understand – Pemahaman:

Tandai informasi bahan pelajaran yang tidak kita mengerti dalam satu unit. Fokuskan pada unit tersebut atau melakukan beberapa kelompok latihan untuk unit itu.

Recall – Ulang:

Setelah belajar satu unit, berhentilah dan ulang bahan dari unit tersebut dengan kata-kata yang kamu buat sendiri.

Digest – Telaah:

Kembalilah pada unit yang tidak kita mengerti dan pelajari kembali keterangan yang ada. Lihatlah informasi yang terkait pada artikel, buku teks atau sumber lainnya, atau diskusikan dengan teman atau guru.

Expand – Kembangkan:
Pada langkah ini, tanyakan tiga persoalan berikut terhadap materi yang telah kamu pelajari:

  • Andaikan saya bertemu dengan penulis materi tersebut, pertanyaan atau kritik apa yang hendak saya ajukan?
  • Bagaimana saya bisa mengaplikasikan materi tersebut ke dalam hal yang saya sukai?
  • Bagaimana saya bisa membuat informasi ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh siswa/mahasiswa lainnya?

Review – Pelajari Kembali:

Pelajari kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari. Ingatlah strategi yang telah membantu kamu mengerti dan/atau mengingat informasi. Jadi, terapkan strategi tersebut untuk cara belajarmu berikutnya.

CARA MENGAJAR YANG EFEKTIF

Cara mengajar yang efektif terletak pada kunci – kunci di bawah ini, yaitu :

a. Proses belajar mengajar yang menyenangkan

Belajar yang menyenangkan tentu saja akan membuat anak tertarik dan tidak akan membuat mereka jenuh. Terutama bagi anak usia dini. Lebih baik untuk menunda kegiatan belajar apabila kita belum bisa menciptakan suasana menyenangkan bagi anak. Karena apabila kita memaksa anak untuk belajar dalam situasi yang menegangkan, hal itu dapat membuat anak frustasi dan menjadi tidak mau belajar, karena merasa trauma dan ketakutan.

Pemaksaan bahkan bisa melumpuhkan sel syaraf yang terdapat di otak anak.
Setiap pendidik pasti mengharapkan agar anak mendapatkan hasil belajar yang optimal, dan hal itu hanya akan didapatkan apabila anak mempunyai ketertarikan pada apa yang kita ajarkan. Caranya yaitu dengan belajar sambil bermain, bercerita, bernyanyi dan lain sebagainya. Alat peraga : coklat warna warni.

b. Kasih Sayang

“Kasih sayang melahirkan kecerdasan”, hasil dari sebuah penelitian telah membuktikan bahwa pembentukan otak dan perasaan sangat terikat erat pada kasih sayang yang diberikan kepadanya semasa ia berada di dalam kandungan sampai kasih sayang yang ia dapatkan setelah ia lahir dan tumbuh dewasa.
“Autis” adalah salah satu contoh sebagai akibat dari kurangnya kasih sayang. (Autis terjadi akibat kurang terhubungkannya syaraf –syaraf di pusat otak yang berisi emosi yang mengisi gerakan rasional dan pikiran logis). Hilangnya perasaan cinta pada awal kehidupan juga dapat melemahkan kekuatannya dan membuat pengaruh yang fatal pada otak. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian bahwa ukuran otak anak yang jarang tersiram kasih sayang dan jarang diajak bermain lebih kecil 30% daripada anak normal pada usia yang sama.

c. Disiplin

Disiplin merupakan salah satu elemen penting agar terciptanya efektifitas belajar. Namun disiplin juga harus diterapkan secara konsisten dan ber”sinergi”. Konsisten atau istiqomah diperlukan dalam proses penerapan disiplin. Hilangnya konsistensi akan menghancurkan upaya kita dalam menegakkan disiplin.Satu contoh ,misalnya kita menginginkan satu bentuk tertentu pada sebuah pohon. Kita dapat membentuknya dengan mengikat dahan pohon tersebut dengan tali atau kawat. Namun bayangkan apa yang akan terjadi apabila dalam waktu yang singkat kita telah membuka ikatan itu ? tentu dahan pohon yang diikat tadi akan kembali seperti keadaan semula, bahkan mungkin akan bergerak lebih jauh dari posisi semula. Akan tetapi dengan kesabaran dan ketelatenan kita akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan kita. Itulah sebabnya kenapa pendidikan harus dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit sampai anak memahami apa yang kita ajarkan. Karena pendidikan adalah sebuah proses yang sangat panjang dan tak berujung. Alat peraga : tanaman.

d. Hukuman dan Ganjaran

Hukuman dapat diterapkan apabila anak tidak mematuhi aturan yang telah disepakati / tidak disiplin, dengan tujuan agar anak tidak mengulangi perbuatannya.
Ganjaran / hadiah diberikan kepada anak ketika anak berhasil melakukan perbuatan yang baik (menurut norma agama ataupun norma yang berlaku di masyrakat), dengan tujuan untuk memotivasi anak agar mereka mempertahankan bahkan meningkatkan perilaku baiknya menjadi lebih baik.


KESIMPULAN

Proses belajar mengajar yang efektif harus dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal berikut :

1. Memahami perencanaan dalam PBM berupa penanaman tujuan pembelajaran yang harus dikuasai sebagai kompetensi hasil belajar.

2. Menguasai pelaksanaan PBM berupa terampil mengaplikasikan desain sistem pembelajaran dengan berbagai metode dan pertimbangan penguasaan psikologi pembelajaran.

3. Menguasai system evaluasi untuk menghasilkan feed back dan refleksi bagi kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Faktor yang paling dominan dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif itu berada pada sumber daya manusia (guru) yang berkualitas, memiliki motivasi yang tinggi, serta komitmen yang kuat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Selain itu penyebab lain dalam PBM yang efektif itu adalah kesiapan dan input siswa, factor lingkungan sekolah, serta pembiayaan dan dukungan masyarakat yang cukup siginifikan.

Proses belajar mengajar dengan melakukan proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran serta memahami faktor yang mempengaruhi PBM akan efektif karena proses belajar mengajar yang efektif tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara mikro. Disamping itu, PBM yang efektif bermanfaat bagi standar pelayanan pendidikan tempat dimana penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan.


REFERENSI

Christian Education: Foundations for the Future, Robert E. Clark, , Artikel Principles For Effective Teaching and Learning, halaman 117 - 118, Moody Press, Chicago.

Gagne, Robert M. 1985. The Conditional of Learning and Theory of Instruction. New York: Rineheart and Winston, Inc.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning; Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta.

Nasution. S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Sudjana, N. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Susilo, Herawati, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah. Malang: Bayumedia Publishing.

Yamin, Martinis. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta : Gaung Persada Press.