Sabtu, 12 Juni 2010

BUDAYA ORGANISASI SMAN 10 GARUT


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
     Dewasa ini, pengembangan pendidikan disusun berdasarkan semangat desentralisasi dan otonomi satuan pendidikan dalam perimbangan kewenangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian, pengembangan kualitas pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (komite sekolah).
     Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah beserta masyarakat tetap harus dalam bingkai prinsip keadilan, efisiensi beserta efektivitas, keberlanjutan, dan mampu bersaing dalam dunia usaha. Dalam rangka mewujudkan efisiensi dan efektivitas pendidikan tersebut dibutuhkan sebuah kolektivitas sumber daya manusia dan pengelolaan organisasi yang sinergis. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan pendidikan harus diorganisir dengan kepemimpinan yang efektif dan optimal serta ditunjang oleh budaya organisasi yang kondusif dan produktif.
 Oleh karenanya, kepemimpinan dalam kenyataannya dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan paranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Pemimpin yang efektif tentu memiliki kualitas pemberdayaan organisasi yang produktif terhadap hasil pembelajaran atau pendidikan sesuai yang diharapkan bersama.
Kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas–kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Begitu juga bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personal dalam organisasi.
Dalam pada itu, seiring dengan peran kepemimpinan dalam mengorganisir tujuan organisasi, perlu diperhatikan pula budaya organisasi yang tumbuh dari waktu ke waktu. Orang merasa nyaman dengan budaya organisasi yang baru. Bagi orang yang mempertimbangkan perubahan budaya, biasanya kejadian yang signifikan harus terjadi. Kejadian yang mengguncang lembaga pendidikan seperti prestasi siswa yang menurun, kehilangan daya semangat mengajar dan animo masyarakat yang rendah, atau rugi waktu dan tenaga, biasanya akan menarik perhatian banyak orang.
Bahkan sekalipun, untuk mengetahui bahwa budaya organisasi adalah oknumnya dan mengambil langkah untuk mengubahnya, ini juga merupakan perjalanan yang berat. Ketika orang-orang dalam organisasi menyadari dan mengetahui bahwa budaya organisasi perlu diubah untuk mendukung keberhasilan dan kemajuan organisasi. Namun demikian, perubahan tersebut tidak cukup dan tidak mudah untuk dilakukan. Dengan demikian,
perubahan budaya organisasi adalah hal yang memungkinkan untuk dilakukan. Perubahan budaya memerlukan pemahaman, komitmen, dan alat, beserta tanggung jawab bersama dalam rangka perbaikan di masa yang akan datang.

     Mengingat permasalah tersebut di atas, maka perlulah kiranya dibedah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan budaya organisasi dan kepemimpinan dalam lembaga pendidikan agar dapat menjadi sumber pengetahuan dalam mengembangkan kualitas pendidikan di masa yang akan datang. Tulisan ini akan membahas lebih rinci mengenai budaya organisasi dan pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 10 Garut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana budaya organisasi yang berkembang di SMAN 10 Garut beserta dampaknya terhadap kualitas pendidikan? 
2. Bagaimana sebenarnya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 10 Garut?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan diantaranya :
1.        Mendeskripsikan kondisi budaya organisasi di SMAN 10 Garut beserta dampaknya terhadap kualitas atau mutu pendidikan.
2.        Menguraikan secara luas pengaruh perihal kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMAN 10 Garut.
D. Sistematika
     Agar penyusunan makalah ini mudah dipahami, maka disajikanlah alur penulisan atau sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika. Bab II Tinjauan Teori meliputi : definisi, fungsi, ciri-ciri, dan tipologi budaya organisasi dan kepemimpinan. Bab III Kondisi Budaya Organisasi dan Kepemimpinan di SMAN 10 Garut. Selanjutnya, Bab IV mengupas pembahasan yang menguraikan keterkaitan tinjauan teori dengan kondisi ril di lapangan,  dan Bab V Kesimpulan. Pada ujung makalah disajikan referensi sebagai bahan bacaan.




BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kita tidak akan dapat terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun pendidikan. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya   pasti    terbentuk    dalam    organisasi    dan   dapat pula dirasakan   manfaatnya   dalam  memberi  kontribusi  bagi  efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli:
a.  Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.

Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a.  Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokuskan diri pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).

Tipologi Budaya Organisasi
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi:
1. Akademi
Sebuah lembaga pendidikan lebih senang merekrut para lulusan muda universitas yang berkualitas, serta memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Sekolah lebih menyukai tenaga pendidik atau tenaga kependidikan yang cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Sekolah  lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana sekolah memberi nilai tinggi pada guru/ karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Sekolah juga menyukai guru/karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol
Sekolah berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, sekolah juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh guru/karyawan, sekolah juga lebih menyukai guru/karyawan yang agresif. Sekolah cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, sekolah juga menawarkan insentif finansial yang sangat
besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Sekolah condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak sekolah tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena mereka memiliki suatu paduan budaya atau karena sekolah berada dalam masa peralihan.

Langkah-langkah dalam perubahan budaya
Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi.
1. Sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada, atau menggunakan cara yang ada saat ini.
2. Setelah memahami budaya organisasi yang ada saat ini, organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut?
3. Terakhir, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya.

B. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang  pimpinan dalam mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau menguasai orang lain sehingga mau melakukan sesuai yang disampaikannya. Kepemimpinan ini diperlukan oleh setiap pimpinan organisasi untuk mampu mengendalikan keseluruhan sumber daya yang ada sehingga mampu diarahkan menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan dipandang penting dalam organisasi guna menciptakan suatu pengorganisasian yang baik antar sumber daya organisasi yang ada. Uraian tersebut senada dengan pendapat  Nawawi (1992 :79-80) mengemukakan pengertian kepemimpinan, yaitu :
a.  Kepemimpinan adalah proses menggerakan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.
b.  Kepemimpinan adalah tindakan /perbuatan diantara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan, baik orang seorang maupun kelompok bergerak ke arah tujuan tertentu. Kepemimpinan tampak dalam proses dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau mengawasi pikiran-pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain
Dengan demikian, substansi kepemimpinan ini merupakan seni mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan upaya mobilisasi sumber daya yang ada. Dalam hal ini terdapat tiga unsur utama yang ada dalam kepemimpinan, yakni : (1)  adanya unsur yang fungsinya mempengaruhi; (2) adanya unsur yang dipengaruhi; dan (3) unsur yang mempengaruhi kontak dengan unsur yang dipengaruhi untuk mencapai suatu tujuan. Untuk lebih mengarahkan tentang pengertian kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini, maka kiranya diperlukan suatu pengertian kepemimpinan pendidikan. Hal ini diharapkan dapat mempermudah untuk memahami secara mendalam dan lebih khusus mengenai kepemimpinan di bidang pendidikan.
Faktor yang paling penting dalam kegiatan menggerakan orang lain untuk menunjukkan kegiatan manajemen sekolah adalah kepemimpinan (leadership), sebab kepemimpinanlah yang menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses manajemen kepala sekolah secara keseluruhan.
Fungsi Kepemimpinan
Seperti yang telah diungkapkan di atas, bahwa kepemimpnan merupakan suatu tindakan atau prilaku untuk mempengaruhi seseorang, maka dalam hal ini akan diuraikan lebih lanjut tentang fungsi yang dimiliki dari kepemimpinan menurut  Nawawi (1992 : 82-83) mengemukakan tentang fungsi kepemimpinan, yaitu
a.    Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai usaha mengumpulkan data/bahan dari anggota kelompok dalam menetapkan keputusan (decision making) yang mampu memenuhi aspirasi di dalam kelompoknya. Dengan demikian keputusan akan dipandang sebagai sesuatu yang patut atau tepat untuk dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 
b.    Mengembangkan sesuatu kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpin sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri  dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing dalam bekerja.
c.    Mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat / buah pikiran dengan sikap harga menghargai sehingga timbul perasaan ikut terlibat dalam kegiatan kelompok / organisasi dan tumbuh perasaan bertanggungjawab atas terwujudnya pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan.
d.   Membantu menyelesaikan masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun keolompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dan mengatasinya sehingga berkembang kesediaan untuk memecahkannya dengan kemampuan sendiri.

Tipe-tipe Kepemimpinan
Seorang pemimpin akan berhasil apabila pemipin tersebut memiliki kecakapan  pribadi dan mampu membaca kondisi para bawahannya, terutama kematangan dan kemampuan dalam bekerja. Dengan mengetahui kematangan dan kemampuan dalam bekerja seorang pegawai, maka pemipin dapat menerapkan suatu tipe kepemimpinan yang efektif yang mampu memberikan kontribusi bagi pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan/pegawai.
Berdasarkan konsep, sifat, sikap, dan cara-cara memimpin tersebut, melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu : tipe otoriter, tipe laissez faire, tipe demokrasi, dan tipe pseudo demokrasi.
a.  Tipe Otoriter à tipe yang dimiliki oleh seorang pimpinan yang memiliki tindakan kepemimpinan yang diktator. Artinya, bahwa kepemimpinan yang dia tampakkan dalam organisasi cenderung mutlak, yaitu bahwa kekuasaan untuk menentukan suatu keputusan atau tindakan dalam organisasi sesuai dengan yang dia kehendaki. Dalam kepemimpinan otoriter ini seorang bawahan tidak memilki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tetapi hanya sebatas melakukan dan melaksanakan tugas yang telah diputuskan atau diberikan oleh pimpinnya.
b.  Tipe kepemimpinan laissez faire à tipe kepemimpinan yang dimilki oleh seorang pimpinan yang memberikan kebebasan  sepenuhnya dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Dalam hal ini, seorang pimpinan dirasakan tidak memerankan kekuasaan seorang pimpinan yang dimilikinya, karena bawahan dibiarkan dengan semaunya untuk melakukan apa pun dalam organisasi. Bawahan bekerja sesuai dengan inisiatifnya masing-masing.
c.  Tipe Demokrasi à tipe seorang pimpinan yang mendahulukan musyawarah dan mufakat dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang harus ditentukan dan dilakukan organisasi. Dalam hal ini pimpinan memberikan peluang yang sebesar-besarnya untuk memberikan masukan-masukan dari bawahan dalam mengajukan pendapat tentang keputusan yang harus diambilnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
d.  Tipe Pseudo Demokrasi à tipe seorang pimpinan yang berupaya memberikan suatu peluang bagi bawahannya untuk terlibat dalam pengambilan keputusan organisasi, tetapi dalam penentuannya hanya merupakan keputusan yang sudah dipersiapkannya. Kepemimpinan ini sering disebut dengan kepemimpinan yang bertopeng demokrasi, yaitu pura-pura menjalankan nilai demokrasi tetapi sebenarnya tidak.
e.  Kepemimpinan Visioner à pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota lembaga dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Kartanegara, 2003). Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu.
f.   Kepemimpinan Transformasional à proses dimana pemimpin dan karyawan saling meningkatkan integritas dan motivasi kerja. Pemimpin transformasional melakukan pendekatan kepada bawahannya melalui pembentukan nilai moral dan idealisme yang tinggi, seperti kemerdekaan, kesetaraan, kemanusiaan dan kedamaian, tidak hanya didasarkan pada rasa takut, cemburu dan was-was.


BAB III
KONDISI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
DI SMAN 10 GARUT
(SEBUAH DESKRIPSI GAMBARAN DI LAPANGAN)

A. Gambaran Budaya Organisasi SMAN 10 Garut
Budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Setelah melakukan pengamatan secara medalam dan keterlibatan penulis dalam organisasi pendidikan SMAN 10 Garut, maka SMAN 10 Garut sebagai organisasi pendidikan memiliki budaya organisasi sebagai berikut :
1. Cara berpikir warga SMAN 10 Garut
Walaupun secara alamiah, bahwa cara pandang setiap orang itu berbeda-beda, namun di SMAN 10 Garut ada beberapa cara berpikir yang homogen, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kedinasan dan kepentingan bersama. Pandangan-pandang yang sama tersebut, yakni meliputi:
1) Setiap persoalan sekolah baik yang menyangkut kinerja kolektif maupun kinerja pribadi harus dikemukakan di dalam forum resmi kedinasan. Semua komponen, baik kepala sekolah, guru maupun karyawan memiliki kebebasan yang luas untuk mengemukakan persoalan-persoalan kendati kadang-kadang bersifat memojokkan salah satu pihak. Semua harus tuntas dalam forum pertemuan, di luar pertemuan semua sudah dianggap beres sehingga konflik yang dialami tidak berlarut-laut.
2) Pandangan yang berkaitan dengan kesejahteraan atau insentif selalu dipikirkan secara bersama agar semua warga sekolah mendapatkan kesejahteraan secara adil dan berimbang sesuai kinerja masing-masing.
2. Cara berperasaan dan bertindak
Sikap dan perilaku baik yang bersifat tersirat melalui ekspresi personal warga SMAN 10 Garut maupun tindakan dalam melakukan sesuatu selalu nampak mencerminkan suatu kehendak yang sama. Adapun lukisannya adalah sebagai berikut:
1)  Semua warga sekolah baik kepala sekolah, guru, maupun karyawan selalu menunjukkan empati yang positif terhadap segala persoalan yang menyangkut masalah-masalah warga sekolah terutama masalah ekonomi dan kesehatan warga sekolah. Jika ada salah satu warga sekolah yang tertimpa musibah sekalipun adalah siswa maka semua warga sekolah memberikan motivasi hidup agar dapat terus belajar dengan baik. Dalam hal ini peran BP/BK sangat signifikan dalam memobilisasi warga sekolah untuk memiliki perasaan yang sama.
2) Segala tindakan yang menyangkut dengan masalah kedinasan senantiasa dilakukan secara bermusyawarah. Semua warga sekolah akan melakukan tindakan kerja kooperatif melalui mekanisme win-win solution. Setiap warga sekolah akan diberi keleluasaan yang bertanggung jawab dalam melakukan tindakan terhadap sesuatu persoalan. Misalnya seorang guru akan menegakkan kedisiplinan siswa setelah ada konsensus bersama yang melibatkan orang tua siswa dan pihak sekolah. Kebiasaan ini telah begitu lama terjadi sehingga pendidikan di SMAN 10 Garut adalah tindakan yang kolektif kolegial.
3. Pola-pola budaya warga SMAN 10 Garut
Kebiasaan dalam bertindak atau bereaksi dalam memajukan pendidikan di SMAN 10 Garut didasarkan atas pola-pola kesepakatan. Paradigma tersebut seolah-olah sudah merupakan pandanga bersama karena adanya pengaruh kesadaran dan kepemimpinan kepala sekolah.
Pola-pola kesepakatan yang dimaksud adalah :
1) Kebiasaan yang berkembang di SMAN 10 Garut nampak pada kebiasaan melakukan tindakan karena adanya gerakan dari pola bottom up, artinya pola ide dan gagasan berangkat dari bawah, semua warga SMAN 10 Garut memiliki peluang kreasi yang baik dalam menentukan suksesnya tujuan sekolah.
2) Pola selanjutnya adalah pola win win solution for all adanya kebiasaan untuk menemukan hal yang lebih maslahat dalam pandangan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Setiap warga SMAN 10 Garut selalu menunjukkan adanya paradigm atau kerangka berpikir lebih mengedepankan kepentingan dinas atau kepentingan harapan orang tua disbanding kepentingan guru/kepala sekolah. Dampak yang dapat dirasakan semua proses pembelajaran berorientasi untuk pencapaian mutu lulusan. Ada semacam spirit untuk berorientasi terhadap perkembangan pendidikan siswa di sekolah.
3) Pola yang terakhir adalah pola religius. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya kebiasaan mengutamakan nilai-nilai moral dan keagamaan. Semua warga sekolah merasa memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati dalam hal kebenaran dan kebaikan.
B. Gambaran Kepemimpinan di SMAN 10 Garut
Hal yang dapat dideskripsikan mengenai kepemimpinan yang ada di SMAN 10 Garut itu selalu berkaitan dengan top of leader yang ada di sekolah, yaitu kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan di sekolah sebagaimanahalnya yang sedang berkembang saat ini memberikan informasi kepada kita bahwasannya tipe kepemimpinan yang terjadi adalah :
1) Kepala sekolah menunjukkan komitmen yang tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini, kepala sekolah sangat memperhatikan kompetensi yang dimiliki gurunya, serta senantiasa selalu berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar di sekolah SMAN 10 Garut berjalan efektif dan efisien.
2) Kepala sekolah di SMAN 10 Garut selalu memposisikan dirinya sebagai orang yang pandai mengatur. Setiap tahun Kepala Sekolah memiliki program yang jelas dan up to date. Cara mengorganisasi kegiatan selalu melibatkan warga sekolah secara proporsional menurut pertimbangan keadilan dan profesionalisme. Demikian pula pada mengeksekusi kegiatan kepala sekolah kadang-kadang sering terjun langsung ke lapangan untuk mengoreksi hal-hal yang dipandang perlu. Sistem pengawasan sering dilakukan sebagai kebiasaan kepala sekolah untuk mengukur sejauh mana program yang dicanangkan berhasil atau tidak.
3) Kepemimpinan yang dianut oleh top leader SMAN 10 Garut menganut demokratis yang bertanggung jawab. Nampak dalam hal ini leadership kepala sekolah telah banyak mempengaruhi guru-guru dalam melaksanakan kegiatan di sekolah. Banyak guru yang memberikan ide dan gagasan serta mampu mengerjakan sesuai tanggung jawab yang dibebaninya.
4) Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah sering melaksanakan kegiatan supervisi  melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas ini merupakan kebiasaan kepala sekolah untuk member motivasi dalam peningkatan kualitas belajar baik untuk guru maupun siswa.
5) Kepala sekolah di SMAN 10 Garut terampil dalam menciptakan suasana kerja yang kondusif karena kepemimpinan yang dimilikinya selalu mengedepankan aspek suri tauladan, memberikan contoh terlebih dahulu. Seperti halnya kehadiran kepala sekolah selalu paling awal datang ke sekolah. Kepala sekolah juga piawai dalam mendamaikan jika ada perselisihan di antara warga sekolah. Dengan demikian suasan pembelajaran lebih nyaman dan kondusif.


BAB IV
KETERKAITAN PEMAHAMAN BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN DENGAN KONDISI SMAN 10 GARUT

A. Korelasi Budaya Organisasi dengan Kondisi SMAN 10 Garut
Budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. Disamping itu, budaya organisasi itu adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Dengan demikian budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Sebagaimana yang dikemukakan Robbins bahwa cirri budaya organisasi itu meliputi  7 ciri seperti inovasi dan pengambilan risiko, memiliki perhatian terhadap detail, berorientasi pada hasil, berorientasi pada orang, tim, keagresipan dan kemantapan, maka diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi SMAN 10 Garut sebagai berikut :
1) Kepala sekolah berani mengambil risiko dalam mengambil keputusan yang kontradiktif asal semua elemen yang berkepentingan benar-benar telah dilibatkan. Mengambil risiko ini telah nampak pada kepentingan peserta didik untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menghukum siapa saja termasuk guru yang indisipliner, namun semua telah menyepakati melalui sebuah memorandum of understanding dalam meningkatkan kedisiplinan.
2) Kepemimpinan kepala sekolah senantiasa memperhatikan hal-hal yang kecil termasuk ranah persoalan penampilan guru yang tidak mencerminkan unsur pedagogik dan profesionalisme. Hal ini dilakukan dalam rangka menunjukkan perhatian secara rinci dalam mengurus sekolah.
3) Kebiasaan yang berkembang di SMAN 10 Garut selalu mengedepankan pada team work, kerja tim yang saling bahu membahu serta mengenyampingkan kepentingan ego masing-masing. Ini merupakan pandangan yang berorientasi pada tim.
4) Hal yang dapat sesuai antara teori dengan kondisi lapangan dalam bidang budaya organisasi adalah adanya keagresipan dan kemantapan dalam membiasakan diri saling mengingatkan untuk meningkatkan kedisiplinan sekolah. Setiap warga sekolah proaktif untuk mensukseskan kegiatan sekolah yang berorientasi pada tanggung jawab yang sudah dibebaninya.

B. Korelasi antara kepemimpinan dengan kondisi di lapangan
Kepemimpinan merupakan seni mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan upaya mobilisasi sumber daya yang ada. Dalam kepemimpinan harus ada minimal 3 unsur, yakni : (1)  adanya unsur yang fungsinya mempengaruhi; (2) adanya unsur yang dipengaruhi; dan (3) unsur yang mempengaruhi kontak dengan unsur yang dipengaruhi untuk mencapai suatu tujuan.
Faktor yang paling penting dalam kegiatan menggerakan orang lain untuk menunjukkan kegiatan manajemen sekolah adalah kepemimpinan (leadership), sebab kepemimpinanlah yang menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses manajemen kepala sekolah secara keseluruhan.
Dalam hal ini, maka perlu adanya penjelasan adanya teori hubungan fungsi kepemimpinan dengan fungsi kepemimpinan yang berkembang di SMAN 10 Garut. Berikut penjelasannya :
a. Di SMAN 10 Garut, kepala sekolah sangat terbuka memberikan mediasi dalam mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai aspirasi warga sekolah. Semua guru dan tata usaha memiliki kesempatan yang luas untuk memberikan kritik dan saran dalam meningkatkan pendidikan sekolah. 
e.    Kepala sekolah dipandang pandai dalam mengembangkan kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan guru atau tata usaha sehingga iklim bekerja sangat kondusif karena semua akan mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan pendekatan kinerja dan team work yang solid.
f.     Kepala sekolah sebagai top leader di sekolah banyak mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat / buah pikiran dengan sikap harga menghargai sehingga semua warga sekolah merasakan adanya keterlibatan dalam kegiatan sekolah dan tumbuh perasaan bertanggungjawab atas terwujudnya pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan.
g.    Kepala sekolah membantu menyelesaikan masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun keolompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dan mengatasinya sehingga berkembang kesediaan untuk memecahkannya dengan kemampuan sendiri.
Selain adanya hubungan yang signifikan antara fungsi kepemimpinan dengan kondisi yang ada di lapangan, maka hal lain yang dapat dikemukakan adalah persolan tipe kepemimpinan yang berkembang di SMAN 10 Garut. Jika dilihat dari kondisi ril di lapangan, maka tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh SMAN 10 Garut itu adalah sebagai berikut:
a. Corak kepemimpinan yang dapat dilihat di lapangan adalah adanya kepemimpinan yang Demokratis yaitu tipe seorang pimpinan yang mendahulukan musyawarah dan mufakat dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang harus ditentukan dan dilakukan organisasi. Dalam hal ini kepala sekolah benar-benar selalu memberikan peluang yang sebesar-besarnya untuk memberikan masukan-masukan dari para guru maupun karyawan dalam mengajukan pendapat tentang keputusan yang harus diambilnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Di SMAN 10 Garut semua hal yang menyangkut hajat orang banyak selalu melalui kemufakatan yang lebih maslahat, sehingga semua warga sekolah merasa dilibatkan dalam mengambil keputusan.
b. Kepemimpinan yang selanjutnya dapat mewarnai corak kepemimpinan di SMAN 10 Garut adalah kepemimpinan yang visioner yaitu pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota lembaga dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Kepala sekolah memiliki grand design yang jelas serta renstra pendidikan yang skematis. Semua orientasi kegiatan harus mengacu pada harapan bersama sesuai program yang sudah disepakati.
c. Yang terakhir adalah kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin dan guru saling meningkatkan integritas dan motivasi kerja. Pemimpin transformasional melakukan pendekatan kepada bawahannya melalui pembentukan nilai moral dan idealisme yang tinggi, seperti kemerdekaan, kesetaraan, kemanusiaan dan kedamaian, tidak hanya didasarkan pada rasa takut, dan cemburu sosial.
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah benar-benar menanamkan ideologi suri tauladan yang baik terhadap seluruh guru dengan selalu berangkat lebih pagi dibanding dengan warga sekolah yang lainnya. Bahkan dengan kegiatan supervisinya kepala sekolah memanfaatkan idealisme dalam meningkatkan citra pendidikan pada siswa dan guru.


BAB V
KESIMPULAN

Organisasi dalam aktivitas kerjanya akan sangat memerlukan keberadaan pemimpin yang akan memerankan kepemimpinannya. Pemimpin melalui kedudukannya berperan untuk memimpin organisasi sehingga seluruh sumber daya dan program kerja organisasi mampu dijalankan dan dikoordinasi secara optimal. Dalam mewujudkan tujuan organisasi yang efektif dan efesien maka diperlukan suatu kepemimpinan yang profesional. Kepemimpinan merupakan suatu konsep yang memiliki cakupan yang sangat luas dengan di dalamnya memiliki komponen-komponen yang sangat kompleks.
Kepemimpinan kepala sekolah turut mempengaruhi keteladanan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Baik buruknya proses pendidikan disuatu sekolah banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah, sebab kepala sekolahlah orang yang paling bertanggung jawab atas segala sesuatunya yang sudah, sedang dan yang akan terjadi di sekolah tersebut. Pada hakikatnya Para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
Sebagai kesimpulan terakhir, ternyata budaya organisasi dan kepemimpinan pendidikan di SMAN 10 Garut memiliki korelasi yang sangat besar antara teori dengan kondisi di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA


Bambang Budi Wiyono (2000). Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
E. Mulyasa. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Nawawi dan Martini Hadari (1992). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Nitisemito, AS. (2004). Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Permadi, Dadi. (1998). Kepemimpinan Mandiri (Personal) Kepala sekolah (Kiat memimpin yang Mengembangkan Partisipasi). Bandung : PT Sarana Panca Karya.
Sudarwan Danim (2002) Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Wahjosumidjo (2003). Kepemimpinan kepala Sekolah “Tinjauan teoritik dan Permasalahannya”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar